|
Malimbu Hill, Januari 2016 |
|
|
|
|
Aku tidak takut ketinggian.
Aku tidak takut jatuh.
Akan kudaki gunung itu, akan kupanjat pohon kelapa itu
dengan senang hati
bahkan tanpa rasa khawatir kalau salah-salah memijakkan kaki.
Disaat teman-temanku mengkerutkan wajah
entah karena ngeri atau khawatir,
aku malah duduk di atas atap sambil ongkang-ongkang kaki.
Tapi, anu, saat melihatmu aku kok rasanya kepengen lari saja.
Aku ingin lari ke dalam hutan, menerobos semak-semak, dan bersembunyi di sana.
Aku ingin terjun dari tebing dan menenggelamkan diri di lautan yang berombak.
Aku ingin bersembunyi di dalam lemari, di kolong meja, di bawah tempat tidur,
atau di bawah ketiak ibuku!
Di mana saja lah!
Aku tidak peduli!
Pokoknya aku mau sembunyi!
Kenapa?
Karena babak belur akibat terjatuh dari tempat tinggi tidak ada apa-apanya
dibanding babak belur akibat patah hati.
Lebih baik aku meringis kesakitan karena lecet di tangan dan kaki,
daripada harus merasa kosong dan hampa saat melihat wajahmu nanti.
Jadi, jangan heran kalau kau melihatku lari terbirit-birit.
Aku tidak sedang kebelet pipis atau habis melihat hantu.
Aku hanya sedang berusaha menyelamatkan apa yang masih tersisa dari
hati dan harga diriku.
- ENM -
P.s: Aku menulis ini di hari Jumat tanggal 1 Juli 2016, pada malam yang sunyi, ditemani secangkir kopi, suara merdu Lana Del Rey, nyamuk-nyamuk yang berdenging, dan kau, yang sibuk menari-nari di kepalaku.