I’m
writing this very first draft in my campus library, surrounded by people with
eyes locked to the book or laptops in front of them. I was expecting the
situation to be calm and cozy, but in reality, it was full of chanting and
voices and pieces of conversation here and there, making me kind of dizzy.
I
don’t know where this writing would end up. I had an idea, something that I
really wanted to do since years ago. Mungkin sudah bisa terwujud sekarang kalau
aku tidak suka bermalas-malasan dan menunda-nunda. Mungkin juga sudah
terlaksana kalau aku bisa fokus dan tidak gampang terdistraksi. Mungkin juga
sudah jalan kalau aku tidak sibuk dengan kegiatan dan kepanitiaan ini itu.
Hmmm.
Baru
aja baca-baca artikelnya Alexander Thian, atau nama kerennya ya si Amrazing itu
di blognya. Oke, gak baca banyak-banyak banget sih, baru dua artikel. Tapi ada
niatan mau ngestalk dan bacain semuanya sampai habis dan mampus biar makin
terinspirasi dan termotivasi.
Sebenarnya
aku mau ngapain sih????
Nggak
tau juga!!!! Sumpah!!!!
But
one thing that I know is I wanted to make my blog alive. It’s been dead for too
long.
I
don’t want to set my expectation too high anymore. Capek dan jera. Dulu-dulu
aku selalu berusaha bikin postingan yang berkualitas, dengan disertai foto-foto
yang diedit secantik mungkin dan kata-kata yang ditulis dengan hati-hati. Terus
dibacain ulang sampai ngerasa udah cocok, baru deh di-post. But it takes time
waaaaay too loooong. Kapan jalannya blog gue kalau gitu mulu??? Sekarang aja
kayaknya baru ada 3-4 postingan deh. Huft, payahnya.
Aku
mencoba untuk lebih santai. I’ll write anything that amuses me. I’ll post
anything that sparks my interest. Ini cuma blog pribadi, anyway. I’m not trying
to gain any profit. At least for now. Wekawekaweka.
Kenapa
aku ingin menulis dan bercita-cita menjadi seorang penulis? Aku belum menemukan
jawaban yang tepat untuk itu. Yang kutahu, hal itu lah yang
kuinginkan semenjak aku masih kecil. Semenjak aku mengenal majalah Bobo,
kemudian sering beli novel KKPK, dan mulai beranjak ke bacaan yang lebih berat
ketika my papa pada suatu siang pulang ke rumah sambil membawakanku buku Laskar
Pelangi.
Hingga akhirnya aku membaca sesuatu. Barusan. Dalam
blognya (yes, 30 minutes later and I really did read everything on his blog
now), Amrazing menulis: “I have a lot of
stories to tell. That’s why I write. That’s how I become immortal.”
Dan
aku ingin berteriak. YES! FUCK YEAH DUDE THAT WAS MY REASON!!!!! KENAPA ANDA
LEBIH BISA MENEMUKAN KATA-KATANYA DARIPADA SAYA SIH???
Kzl.
But
yawda.
So,
the conclusion of this very random first draft is, I wanted to write more. I wanted
to share more. I know sometimes I define myself, and people know me, as a very
private person. I mean, I don’t tell if they don’t ask. But there’s also this
side of me that loves to socialize, the part of me who loves to share stories
and personal experiences to people. But the problem is, I’m not really good at
making small talks or starting a conversation. So I guess this blog will do
just fine.
And
then, the other reason.
Aku
sering berpikir, bagaimana cara kita untuk terus hidup abadi? Secara fisik
tentu tidak mungkin, kecuali kalau bersedia dibalsem seperti mumi. Tapi ada
banyak orang yang sudah meninggal namun bagian dari dirinya tetap hidup dan
dikenang. Mereka abadi.
Pablo
Picasso, Leonardo da Vinci, Vincent van Gogh, dan Michaelangelo hidup abadi
melalui lukisan-lukisan mereka. Tokoh-tokoh seperti Attila the Hun, Adolf Hitler,
Gengis Khan, serta Julius Caesar pun hidup abadi karena cara kepemimpinan
mereka yang selalu diceritakan ulang dari generasi ke generasi. Lalu kemudian
ada Edgar Allan Poe, Charles Dickens, dan Alexandre Dumas yang hidup abadi
karena karya tulisnya.
I
don’t want to be an average person who lives doing everyday routine and then
dies and forgotten. I want to leave my mark in this world.
I
guess that’s why I always wrote: “Wina was here” everywhere. Entah itu diukir
di batang pohon, ditulis di pojokan kotor warung pinggir jalan, atau di kertas
tester oret-oret di toko ATK tempat calon pembeli mencoba tinta pulpen yang
mereka inginkan.
Tapi
itu pun cepat atau lambat akan lenyap. I need something more permanent.
Well,
that’s why I write. That way, I’ll become immortal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar